Oleh: JOHN F. PAPILAYA
Banjir dalam sebuah kota bukan hanya merupakan ancaman bagi penghuni dilahan bantaran sungai saja dan bukan sekedar momok bagi warga kawasan dataran rendah, meluapnya air sudah tidak pandang bulu sekali dia datang dia akan melahan seluruh permukaan bumi yang ada dilintasannya dan jika daerah aliran sungai tidak bisa menampungnya maka sesuai dengan hukum gravitasi dan hukumbejana berhubungan maka air akan meluap mencari tempat untuk bermuara.
Tentu kita masih ingat dengan banjir pada bulan februari tahun 2007 yang telah membuka mata semua orang di nusantara ini dan menimbulkan kesadaran tentang akan bahaya banjir, setelah turunnya hujan tanpa henti ,air meluap dan menggenangi hampir sekitar 70 % wilayah ibukota jakarta berarti luas daratan yang terkena banjir seluas 455 Km2 dari luas provinsi kota jakarta yang meliputi luas 650 KM2. Luapan air hujan yang tidak terserap dengan baik telah mengakibatkan timbulnya danau-danau dadakan pada kawasan pemukiman elit, kawasan perkantoran , dan sumur-sumur sumber air minum dan mandi penduduk,seluruh fasilitas perkotaan dapat dikatakan lumpuh total.
Masyarakat terkejut melihat kenyataan dan terbelalak , ternyata air hujan yang selama ini ramah kali ini melahap semua kawasan yang ‘ bebas banjir’ menjadi tempat bermuaranya air hujan bercampur air got,berbagai media telivisi dan media cetak bersilih ganti mengadakan debat dan diskusi dadakan,para pakar perkotaan beradu teori mengenai kejadian tersebut berupaya untuk menganalisa dan menginvestigasi apa yang salah dan siapa yang salah?
Dan hari ini di tahun 2010 banjir itu tetap datang,meskipun tidak dalam kondisi siaga 1 , beberapa wilayah di kota Jakarta menurut media TV dan cetak tetap menjadi langganan banjir. Busyet…banjir sudah punya langganan..!! sudah laku untuk dipasarkan ,meskipun tanpa tim marketing yang andal. Beberapa wilayah di Indonesia tetap saja menderita akibat bencana banjir ini,terakhir bandung menjadi santapan pemberitaan dimana salah satu kawasan kota bandung menjadi korban banjir pada saat menjelang hari raya idulfitri.
Bencana banjir bukanlah sekedar merupakan bencana lokal setempat yang hanya dirasakan pada kawasan yang secara fisik memang terendam oleh air ,bencana banjir adalah sebuah bencana ekologi dan merupakan malapetaka bencana kemanusiaan bagi seisi kota, Beribu-ribu manusia kelaparan ditempat pengungsian dengan makan ala kadarnya, Beratus-ratus pekerja kehilangan peralatan mata pencahariannya, beribu-ribu anak sekolah kehilangan seragam dan buku-buku pendidikan, bagi yang tidak terkena langsung bencana banjir ini, cepat atau lambat akan juga merasakan dampak negatif ekonomi yang diakibatkan oleh rusaknya fasilitas infrastruktur kota, terjadilah kemacetan yang menyebabkan berjuta-juta liter BBM menguap dengan percuma serta dampak negatif lainnya dari bencana ini seperti penyakit diare yang akan mewabah,penyakit deman berdarah yang akan leluasa bergerak kesegala sudut kota dan memangsa dengan tidak mengenal tingkatan golongan.
Secara akal sehat tanpa harus berteori secara akademis ,pertanyaan kemanakah mahluk-mahluk penghuni got-got kotor pada lingkungan terendam banjir tersebut beranjak ? , sudah pasti tikus-tikus got sebagai pembawa bakteri penyakit akan menghindari daerah banjir dan berkelana untuk tinggal pada area-area yang tidak tergenang air dan segala binatang akan membuat sarang kembali pada area yang lebih nyaman yaitu didaerah-daerah yang tidak terkena banjir, nyamuk-nyamuk akan bersarang pada area yang lembab dan tidak dekat dengan arus banjir dan akan melakukan penghisapan darah pada area-area mereka bersarang,Belum lagi kelembaban udara sebab akibat dari tergenangnya air pada tanah akan dapat menjadi lingkungan yang tidak sehat bagi pernapasan manusia dan kondisi tersebut tidak hanya terjadi pada daerah bencana akan tetapi akan terbawa angin menuju daerah-daerah kering.Segala permasalahan kesehatan lingkungan tersebut adalah harga yang harus dibayar mahal oleh masyarakat yang terkena langsung bencana banjir ataupun masyarakat yang akan terkena bencana ekologi yang ditimbulkan.
Bencana ekologi bukanlah sebuah bencana yang terjadi tiba-tiba,bencana ekologi terjadi melalui proses yang panjang dan memerlukan waktu dari sebuah peristiwa ekologi dari suatu lingkungan yang rusak menjadi bencana ekologi, dan hanya di karenakan peristiwa ekologi ini tidak berlangsung secara cepat dalam satuan waktu, tidak berbau, tidak terlihat dengan kasat mata serta tidak dipahami secara benar oleh masyarakat akibat yang dapat ditimbulkannya, maka proses peristiwa ekologi ini seakan tidak perlu untuk di kuatirkan terlalu berlebihan.Sehingga pada saatnya bencana ekologi ini beraksi, kesiapan masyarakat ataupun pemerintah terlihat terlalu lamban dan terlihat kepanikan dalam menanggulangi dampak bencana tersebut yang terjadi perencanaan-perencanaan tambal sulam yang tereduksi dengan berbagai kepentingan.
Peningkatan kesadaran masyarakat dan pemerintah akan dampak yang dapat ditimbulkan karena bencana ekologi perlu ditingkatkan, penghormatan terhadap kawasan daerah aliran sungai perlu ditata ulang untuk supaya daerah aliran sungai tidak lagi dijadikan tempat buang sampah umum, supaya pemerintah dengan tegas dapat menindak secara tegas pembangunan yang berdiri pada area-area resapan air,Pemerintah dapat merumuskan kembali parameter ideal bagi sebuah pembangunan yang berkelanjutan.
Karena masalah banjir bukanlah sekedar masalah lingkungan setempat
Ini permasalahan Indonesia….!!!!
.
#landscapearchitecture
#landscapearchitects
#indonesiansocietyoflandscapearchitect